Jujur Kepada
Anak, Kenapa Tidak?
Publikasi: 26/04/2002
17:28 WIB
eramuslim - Jujur kepada anak, kenapa tidak? Ungkapan ini
agaknya cocok ditujukan pada orang tua yang selama ini selalu merasa diri
mereka paling benar di hadapan anak. Sekalipun mereka mungkin salah, dan anak
berada di pihak yang benar. Perasaan gengsi jika mengaku bersalah di hadapan
anak, adakalanya membuat orangtua malu berlaku jujur pada anak.
Tentu saja sikap otoriter seperti itu sangat tidak
dibenarkan. Sebab, otoritarianisme bukanlah budaya yang baik jika diterapkan
dimana pun, apalagi tumbuh dan berkembang dalam keluarga kita. Anak, betapapun
mungkin kita anggap nakal, tetapi sesungguhnya dia tidak bermaksud berbuat
nakal. Jika ia sedang bermain hatta sampai merusak barang yang kita sayangi
secara tidak sengaja misalnya, tindakan mereka bukan untuk main-main yang tanpa
tujuan. Bermain untuk anak usia tertentu, adalah sesuatu yang serius dan
keharusan.
Rosulullah SAW bersabda; "Hobi, permainan dan
kelincahan gerak seorang anak pada waktu kecil, akan mempertajam pemikirannya
ketika dewasa." (HR At-Tirmidzi).
Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam Ihya 'Ulumuddin juz V bab
Mengobati Penyakit Hati, "Hendaknya anak kecil diberi kesempatan bermain.
Melarangnya bermain dan menyibukkannya dengan belajar terus akan mematikan
hatinya, mengurangi kecerdasannya, dan membuatnya jemu terhadap hidup, sehingga
ia akan sering mencari alasan untuk membebaskan diri dari keadaan sumpek
itu."
Jika anak melakukan tindakan yang perlu diluruskan, orangtua
bisa melakukannya dengan memberikan tindakan alternatif lain yang baik.
Misalnya anak berteriak-teriak di waktu malam, ibu dapat mengatakan,
"Hanif, main sama Umi yuk! Ini lho, Umi punya gambar bagus. Kita warnai
yuk sama-sama!"
Tentu saja memarahi anak yang rewel atau susah disuruh
berhenti tatkala bermain-main, dengan mengeluarkan umpatan atau bahkan sampai
menyakitinya, bukanlah tindakan yang bijak. "Ayo diam, nanti ada setan
lho", kalimat yang biasanya kerap digunakan para ibu untuk mendiamkan
anaknya yang menangis tengah malam, adalah tindakan yang sangat keliru. Dengan
begitu anak, secara tidak langsung diajarkan untuk takut kepada setan.
Sebaiknya, orangtua menghindari kata-kata yang bersifat
larangan. Sebab anak sulit menentukan alternatif tindakan, ketika ia tidak
boleh berteriak-teriak misalnya. Boleh jadi dengan cara otoriter, kita bisa
mendiamkan anak, tapi kemudian anak mungkin akan memukul-mukul benda yang lain.
"Kamu bisa diam apa enggak sih?! Awas kalau tidak Bapak gebuk kamu!"
"Tadi kan Bapak kan cuma melarang Hanif berteriak,
mukul-mukul kaleng boleh kan?" mungkin begitu jawaban anak.
"Eh..., kamu ngelawan ya!" dan ....'plak' tangan
kita pun melayang ke paha atau pantat anak.
Jelas, jika seperti itu tindakan yang kita ambil, adalah keliru
besar. Anak tentu heran, sebab jalan pikirannya sangat sederhana. Ia pasti tak
akan sanggup membaca alam pikiran kita. Karena anak merasa, bahwa apa yang
dilakukannya bukan dimaksudkan untuk melawan orangtua, apalagi bermaksud kurang
ajar kepada kita.
Tindakan tangan besi yang kita timpakan pada anak, jelas
bukan hanya tidak dimengerti anak. Tapi anak akan merasa sedih dan tertekan
jiwanya. Pukulan yang kita lakukan terhadap anak, pasti akan berbekas dan sulit
dihilangkan dalam waktu lama. Jika saja kondisi kejiwaan anak seperti itu kita
tidak sadari, tentu saja berbahaya bagi perkembangan kejiwaan dan kreatifitas
anak.
Betapapun sederhananya, anak mempunyai argumen-argumen atas
setiap tindakannya. Ia pasti punya alasan kenapa dia berbuat "nakal",
sesuai dengan jalan pikirannya yang sederhana. Jalan pikirannya inilah yang
seyogyanya tidak dipaksakan harus mengikuti frame pemikiran kita.
Umpatan dan tindakan main tangan besi pada anak jelas suatu
kekeliruan dan kesalahan. Kita tidak usah malu meminta ma'af pada anak, jika
memang kita kelepasan mulut atau tangan, sehingga keluar umpatan dan pukulan.
Sebab minta ma'af atas kekeliruan kita pada anak bukan suatu yang aib dan
menjatuhkan martabat kita di hadapan anak. Percayalah dengan jujur mengakui kesalahan
kita, kewibawaan kita tidak akan dilecehkan anak. Bahkan anak akan lebih hormat
pada kita dan insya Allah menjadikannya lebih penurut. Wallahu a'lam.
(sulthoni)
0 komentar:
Post a Comment
monggo / silahkan beri komentarnya.