Asuransi Prudential Syariah

Prudential Syariah adalah produk dari Prudential yang menanggulangi resiko dan membantu mengelola dana nasabah berbasis syariah.by: agen pru syariah/ainal mardhiah 00626435(HP:0813 6064 4601)

Menabung dan berasuransilah diprudential Syariah

Tempat terbaik untuk keluarga anda, saudara anda untuk berinvestasi, menabung dan asuransi kesehatan, pendidikan, modal, pensiun..

Percetakan " UMMI GRAFIKA " Banda Aceh

menerima permintaan percetaan dan desain bagi kebutuhan pribadi, kantor, lembaga, instansi anda.

Mari bersama meraih sukses

kadang kita sebagai manusia sering mengalami kegagalan,dan terkadang motivasi yang ada dalam diri kita pun menurun.namun ada diantara kita yang mempunyai motivasi besar namun motivasi itu mati karena dibunuh oleh diri kita sendiri.

Semoga Allah memberkahi kita

Doa adalah senjata muslim, mari berdoa meraih ridho allah semoga allah mengabulkan.

11/07/2013

Deskripsi Jurus Jitu Jadi Broker Handal

Berprofesi menjadi perantara penjualan rumah atau biasa disebut “broker”, membutuhkan jurus jitu agar fungsinya sebagai penengah dalam proses jual beli rumah dapat berjalan dengan tepat. Dalam bisnis perumahan, fungsi broker seharusnya dapat mempersingkat waktu penjualan maupun pembelian.
Kemampuan menjadi penengah dan perantara dibutuhkan, misalnya pada kasus rumah warisan yang dijual, dan ahli warisnya ada 10 orang. Dalam hal ini pembeli tidak bisa membayar hanya kepada satu orang saja. Fungsi broker harus mengerti duduk perkaranya, dan menyelesaikannya. Seorang broker juga harus tahu mengenai cara pembagian hasil penjualan rumah itu.
Untuk menjadi broker, langkah pertamanya, seseorang harus tahu hendak bermain di area apa dengan penghasilan berapa. Kalau ia menginginkan penghasilan tinggi, maka ia harus memilih lokasi yang lebih banyak pembelinya daripada penjualnya. Kalau seseorang ingin menjadi broker tapi belum memiliki pengalaman, maka ia dapat bergabung pada agen broker. Baru setelah tiga tahun berkecimpung, ia dapat memilih untuk tetap bergabung dalam agen atau membuka agen sendiri.
Langkah kedua, seseorang harus fokus pada bidangnya. Kalau sudah memutuskan menjadi seorang broker, ia tidak boleh melirik lahan pekerjaan lain. Ia harus fokus untuk belajar dan menyerap banyak ilmu dalam dunia broker.
Langkah ketiga, ia harus bisa menjadi leader pada sebuah area. Bila sudah fokus, seseorang yang menjadi broker perlu untuk menjadi dominan pada areanya. Misalnya saja ia bisa mulai memperkenalkan dirinya melalui selebaran, sering bertemu klien, atau mengenal penjualnya secara personal sebelum si penjual memutuskan untuk menjual propertinya. Broker juga harus membuat nama kantornya dikenal orang dan menjadi tujuan pertama saat orang hendak menjual propertinya. Intinya, ia perlu mempromosikan jasanya sebagai broker, dan memperkuat hubungan antara calon penjual dan pembeli properti.
Langkah keempat, seorang broker harus memiliki jaringan luas. Ia harus menjalin hubungan yang baik dengan pihak-pihak terkait pemangku kebijakan seperti Dinas Tata Kota, Badan Pertahanan Nasional, perbankan, notaris, maupun sesama agen.
Langkah kelima, seorang broker harus kreatif dan inovatif, terutama dalam memberikan solusi kepada kliennya. Misalnya untuk bentuk tanah yang sulit dijual, broker harus mampu menawarkan berbagai alternatif solusi kepada pembeli.
Source: Kompas, www.realestatenewsnet.com


8/14/2013

Antara Televisi, Anak, dan Keluarga

Antara Televisi, Anak, dan Keluarga
(Sebuah Analisis)
Oleh: Oos M. Anwas


Abstrak
Kecenderungan meningkatnya tindak kekerasan dan perilaku negatif lainnya pada anak diduga sebagai dampak gencarnya tayangan televisi. Karena media ini memiliki potensi besar dalam merubah sikap dan perilaku masyarakat terutama anak-anak yang relatif masih mudah terpengaruh dan dipengaruhi. Hasil penelitian para ahli menunjukan bahwa tayangan televisi bisa mempengaruhi perilaku anak dan juga sebaliknya tidak berpengaruh apa-apa. Pengaruh ini justru lebih dominan dipengaruhi oleh keharmonisan keluarga. Anak dari keluarga harmonis lebih memiliki benteng/penangkal dalam menyikapi tayangan televisi. Oleh karena itu penangkal yang paling ampuh terhadap dampak negatif tayangan televisi adalah menciptakan keluarga yang harmonis, keluarga yang berusaha menanamkan norma luhur dan nilai agama dalam kehidupan sehari-harinya. Begitu pula stasiun televisi mempunyai tanggung jawab mendidik masyarakat dan anak bangsa melalui pemilihan acara yang tepat.

Pendahuluan

Mungkin kita masih ingat sebuah SMU di Colorado Amerika Serikat dibanjiri darah 25 siswanya. Mereka tewas dibantai dua siswa yang berulah seperti Rambo. Dengan wajah dingin tanpa balas kasihan, mereka memberondong temannya sendiri dengan timah panas. Kejadian ini sungguh menggem-parkan dan banyak pakar yang menuding tayangan kekerasan di televisi atau komputer (game dan internet) sebagai biangkerok tindak kekerasan yang terjadi di kalangan anak.

Tudingan terhadap media massa terutama televisi sebagai biang keladi tindak kekerasan dan perilaku negatif lainnya pada pada anak-anak sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Sekitar satu dekade yang lalu, musik rock disalahkan sebagai penyebab kasus pembunuhan di kalangan remaja. Begitupun film kartun berjudul Beavis dan Butthead dituding sebagai penyebab memban-jirnya kasus pembakaran rumah di mana pelakunya adalah anak-anak muda.

Di sekitar kita, rasanya sering kita melihat anak yang baru saja nonton film cowboy di layar televisi, lalu berlari ke halaman rumah kemudian berguling-guling dan berteriak "dor dor.. dor... sambil memegang pistol mainan atau apa saja yang di pegangnya. Sering pula kita mendengar ucapan-ucapan yang kurang pas dilontarkan mereka menirukan idolanya di TV. Begitu pula bagaimana anak-anak meniru berbagai adegan sadis, sensual, dan erotik yang setiap saat dapat disaksikan melalui layar TV. Tokoh-tokoh film anak, seperti Superman, Dora Emon, Satria Baja Hitam, Power Ranger, dan tokoh lainnya sungguh melekat dalam kehidupan mereka. Bahkan kondisi seperti ini dimanfaatkan betul oleh para pedagang. Mereka membuat busana anak yang mirip dengan para tokoh tersebut, dan hasilnya sangat digemari anak-anak.

Kecenderungan lain adalah anak-anak dan para remaja merasa bergengsi bila makan makanan yang sering muncul di layar TV. Makanan fast food seperti fried chichen, pizza, hamburger, dan jenis makanan lainnya yang di negara asalnya merupakan makanan biasa menjadi makanan luar biasa (bergengsi). Anak-anak mulai tahu bahkan paham betul merek-merek dagang terkenal dan lux, termasuk merk mobil yang mungkin mustahil terjangkau oleh kocek orang tuanya. Lebih mengkha-watirkan lagi mereka lebih suka nongkrong di depan TV, diban-dingkan belajar, membaca, atau mengerjakan pekerjaan rumah dari gurunya.

Memang televisi semakin dekat dengan anak. Banyaknya pilihan acara yang disuguhkan dari berbagai stasiun televisi, membuat anak semakin senang nongkrong di depan layar televisi. Pihak stasiun televisi tidak sedikit menyediakan acara-acara khusus untuk dikonsumsi anak-anak. Simak saja acara-acara Sabtu dan Minggu pagi hampir semua stasiun TV menyajikan program anak-anak. Apalagi kini komunikasi antara orang tua dan anak cenderung berkurang sebagai konsekuensi kesibukan para orang tua pada pekerjaaanya serta makin hilangnya budaya dongeng orang tua saat pengantar tidur. Pendek kata, televisi sudah merupakan teman akrab mereka yang setiap saat mereka bisa menyaksikannya. Tulisan ini akan mencoba menganalisis bagaimana potensi media televisi dan dampaknya terhadap perilaku anak serta konstribusi faktor keluarga dalam menagkal gencarnya siaran televisi tersebut.

Potensi Media Televisi

Mengapa televisi diduga bisa menyulap sikap dan perilaku masyarakat, terutama pada anak-anak. Menurut Skomis, dibanding-kan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan lain sebagainya), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar hidup (gerak/live) yang bisa bersifat politis, bisa, informatif, hiburan, pendidikan, atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Ekspresi korban kerusuhan di Ambon misalnya, hanya terungkap dengan baik lewat siaran televisi, tidak lewat koran ataupun majalah. Ratapan orang kelaparan di Ethiophia, gemuruhnya tepuk tangan penonton sepak bola di lapangan hijau, hiruk pikuknya suasana kampanye di bunderan Hotel Indonesia, tampak hidup di layar televisi.

Sebagai media informasi, televisi memiliki kekuatan yang ampuh (powerful) untuk menyampaikan pesan. Karena media ini dapat menghadirkan pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri dengan jangkauan yang luas (broadcast) dalam waktu yang bersamaan. Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan. Melalui stasiun televisi, kerusuhan di Ambon dapat diterima di Banda Aceh dan di Jayapura dalam waktu bersamaan. Begitu pula acara pertandingan AC Milan melawan Juventus di Italia dapat langsung dinikmati pemirsa RCTI di Indonesia. Sungguh luar biasa, infomasi/kejadian di belahan bumi sana bisa diterima langsung di rumah. Televisi bisa menciptakan suasana tertentu, yaitu para penonton dapat melihat sambul duduk santai tanpa kesengajaan untuk menyaksi-kannya Memang televisi akrab dengan suasana rumah dan kegiatan penonton sehari-hari.

Dari segi penontonnya, sangat beragam. Mulai anak-anak sampai orang tua, pejabat tinggi sampai petani/nelayan yang ada di desa bisa menyaksikan acara-acara yang sama melalui tabung ajaib itu. Melalui beberapa stasiun mereka juga bebas memilih acara-acara yang disukai dan dibutuhkannya. Begitu pula sebagai media hiburan, televisi dianggap sebagai media yang ringan, murah, santai, dan segala sesuatu yang mungkin bisa menyenangkan.

Televisi dapat pula berfungsi sebagai media pendidikan. Pesan-pesan edukatif baik dalam aspek kognetif, apektif, ataupun psiko-motor bisa dikemas dalam bentuk program televisi. Secara lebih khusus televisi dapat dirancang/dimanfaat-kan sebagai media pembelajaran. Pesan-pesan instruksional, seperti percobaan di laboratorium dapat diperlihatkan melalui tayangan televisi. Televisi juga dapat menghadirkan objek-objek yang berbahaya seperti reaksi nuklir, objek yang jauh, objek yang kecil seperti amuba, dan objek yang besar secara nyata ke dalam kelas. Keuntungan lain, televisi bisa memberikan penekanan terhadap pesan-pesan khusus pada peserta didik, misalnya melalui teknik close up, penggunaan grafis/animasi, sudut pengambilan gambar, teknik editing, serta trik-trik lainnya yang menimbulkan kesan tertentu pada sasaran sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.

Memang kekuatan televisi menurut Kathleen Hall Jamieson sebagai dramatisasi dan sensa-sionalisasi isi pesan. Begitu pula menurut pakar komunikasi Jalaluddin Rakhmat (1991), gambaran dunia dalam televisi sebetulnya gambaran dunia yang sudah diolah. Dalam hal ini Jalaludin Rakhmat menyebutnya sebagai Tangan-tangan Usil. Tangan pertama yang usil adalah kamera (camera), gerak (motions), ambilan (shots), dan sudut kamera (angles) menentukan kesan pada diri pemirsa.

Tangan kedua adalah proses penyuntingan. Dua gambar atau lebih dapat dipadukan untuk menimbulkan kesan yang dikehen-daki. Sinetron Jin dan Jun di RCTI misalnya, seolah-olah mereka bisa masuk ke dalam tembok, berjalan di angkasa, berlari-lari di atas air, atau bisa menghilang. Adegan memeng-gal kepala orang, bertarung di angkasa dan bentuk adegan lainnya yang tidak lazim dilakukan dalam kehidupan, merupakan hasil ulah editor dalam proses penyuntingan.

Tangan ketiga adalah ketika gambar muncul dalam layat televisi kita. Layar televisi mengubah persepsi kita tentang ruang dan waktu. Televisi juga bisa meng-akrabkan objek yang jauh dengan penonton. Seorang penonton sepak bola di rumahnya berteriak kegi-rangan ketiga Ronaldo (Inter Milan) memasukan bola ke gawang Juventus. Memang televisi bisa menjadikan komunikasi inter-personal antara penonton dengan objek yang ditonton. Perasaan gembira, sedih, simpatik, bahkan cinta bisa terjalin tanpa terhalang oleh letak geografis nan jauh di sana. Tangan keempat adalah perilaku para penyair televisi. Mereka dapat menggaris-bawahi berita, memberi-kan makna yang lain, atau sebaliknya meremehkannya.. Mereka mempu-nyai posisi stategis dalam menyam-paikan pesan pada khalayak.

Besarnya potensi media televisi terhadap perubahan masyarakat menimbulkan pro dan kotra. Pandangan pro melihat televisi merupakan wahana pendidikan dan sosialisasi nilai-nilai positif masyatrakat. Sebaliknya pandangan kontra melihat televisi sebagai ancaman yang dapat merusak moral dan perilaku desktruktif lainnya. Secara umum kontraversial tersebut dapat digolongkan dalam tiga katagori, yaitu pertama, tayangan televisi dapat mengancam tatanan nilai masyarakat yang telah ada, kedua televisi dapat menguatkan tatanan nilai yang telah ada, dan ketiga televisi dapat membentuk tatanan nilai baru masyarakat termasuk lingkungan anak.

Acara Anak dan Film Kartun

Sebagai media massa, tayangan televisi memungkinkan bisa ditonton anak-anak termasuk acara-acara yang ditujukan untuk orang dewasa. Saat ini setiap stasiun televisi telah menyajikan acara-acara khusus untuk anak. Walaupun acara khusus anak tersebut masih sangat minim. Hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YLKI) (Mulkan Sasmita, 1997), persentase acara televisi yang secara khusus ditujukan bagi anak-anak relatif kecil, hanya sekitar 2,7 s.d. 4,5% dari total tayangan yang ada. Yang lebih menghawatirkan lagi ternyata persentase kecil inipun materinya sangat menghawatirkan bagi perkembangan anak-anak.

Tayangan televisi untuk anak-anak tidak bisa dipisahkan dengan film kartun. Karena jenis film ini sangat populer di lingkungan mereka, bahkan tidak sedikit orang dewasa yang menyukai film ini. Jika kita perhatikan, film kartun masih didominasi oleh produk film import. Tokoh seperti Batman, Superman, Popeye, Mighty Mouse, Tom and Jerry, atau Woody Woodpecker begitu akrab di kalangan anak-anak. Begitu pula film kartun Jepang, seperti Dora Emon, Candy Candy, Sailoor Moon, Dragon Ball, dst. sangat populer dan bahkan mendominasi tayangan stasiun televisi kita. Sayangnya dibalik keakraban tersebut, tersembunyi adanya ancaman.

Jika kita perhatikan dalam film kartun yang bertemakan kepahla-wanan misalnya, pemecahan masalah tokohnya cenderung dilakukan dengan cepat dan mudah melalui tindakan kekerasan. Cara-cara seperti ini relatif sama dilakukan oleh musuhnya (tokoh antagonis). Ini berarti tersirat pesan bahwa kekerasan harus dibalas dengan kekerasan, begitu pula kelicikan dan kejahatan lainnya perlu dilawan melalui cara-cara yang sama.

Sri Andayani (1997) melakukan penelitian terhadap beberapa film kartun Jepang, seperti Sailor Moon, Dragon Ball, dan Magic Knight Ray Earth. Ia menemukan bahwa film tersebut banyak mengandung adegan antisosial (58,4%) daripada adegan prososial 41,6%). Hal ini sungguh ironis, karena film tersebut bertemakan kepahlawanan. Studi ini menemukan bahwa katagori perlakuan antisosial yang paling sering muncul berturut-turut adalah berkata kasar (38,56%), mence-lakakan 28,46%), dan pengejekan (11,44%). Sementara itu katagori prososial, perilaku yang kerapkali muncul adalah kehangatan (17,16%), kesopanan (16,05%), empati (13,43%), dan nasihat 13,06%).

Temuan ini sejalan dengan temuan YLKI, yang juga mencatat bahwa film kartun bertemakan kepahlawanan lebih banyak menam-pilkan adegan anti sosial (63,51%) dari pada adegan pro sosial (36,49%). Begitu pula tayangan film lainnya khususnya film import membawa muatan negatif, misalnya film kartu Batman dan Superman menurut hasil penelitian Stein dan Friedrich di AS menunjukan bahwa anak-anak menjadi lebih agresif yang dapat dikatagorikan anti sosial setelah mereka menonton film kartun seperti Batman dan Superman.

Perbedaan budaya, ideologi, dan agama negara produsen film dengan negara kita jelas akan mewarnai terhadap subtasi film tersebut. Karena film dimanapun tidak sekedar tontonan belaka, ia dapat membawa ideologi, nilai, dan budaya masyarakatnya. Misalnya, mungkin Satria Baja Hitam atau Power Ranger mempunyai andil besar atas terbentuknya sikap keberanian dan anti kezaliman. Tetapi keberanian yang dibutuhkan rakyat Indonesia dan anak Jepang jelas berbeda, paling tidak dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam keseharian masyarakat kita mensyaratkan keberanian ‘apa adanya’ tanpa tersembunyi dibalik kecanggihan teknologi. Sehingga diharapkan akan tertanam sikap berani dalam berkreasi sesuai dengan lingkungan di sekitarnya. Sebaliknya keberanian di Jepang dalam lingkungan masyarakatnya sudah ditunjang dengan teknologi yang canggih. Kondisi ini apabila dipandang sama, dihkawatirkan akan melahirkan generasi yang cengeng dan mudah menyerah. Begitu pula aspek-aspek lain masih banyak yang kurang sesuai dengan kondisi sosial budaya dan alam Indonesia. Program anak-anak memang diharapkan dapat menanamkan nilai, norma, krativitas, dan kecerdasan yang ‘membumi’ atau sesuai dengan lingkungan disekitarnya. Hal ini pada akhirnya diharapkan dapat membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan jati diri dan budaya bangsa Indonesia, sehingga mereka menjadi bangga sebagai warga negara Indonesia.

Dampak Tayangan Televisi pada Anak

Gencarnya tayangan televisi yang dapat dikonsumsi oleh anak-anak membuat khawatir masyarakat terutama para orang tua. Karena manusia adalah mahluk peniru dan imitatif. Perilaku imitatif ini sangat menonjol pada anak-anak dan remaja. Kekhawatiran orang tua juga disebabkan oleh kemampuan berpikir anak masih relatif seder-hana. Mereka cenderung mengang-gap apa yang ditampilkan televisi sesuai dengan yang sebenarnya. Mereka masih sulit membedakan mana perilaku/tayangan yang fiktif dan mana yang memang kisah nyata. Mereka juga masih sulit memilah-milah perilaku yang baik sesuai dengan nilai dan norma agama dan kepribadian bangsa. Adegan kekerasan, kejahatan, konsumtif, termasuk perilaku seksual di layar televisi diduga kuat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku anak.

Para ahli psikologi menegaskan bahwa perilaku manusia pada hakekatnya merupakan proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi bahwa ia mahluk hidup. Sikap dan pola perilaku itu menurut pandangan behavioristik dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan pengukuhan lingkungan.. Bertolak dari pandangan ini, pembiasan dan pengukuhan lingkungan anak dapat dibentuk melalui tayangan televisi yang sesuai dengan nilai, norma, dan kerpribadian bangsa. Karena saat ini tayangan televisi setiap saat bisa ditonton anak-anak.

Masalahnya adalah sejauhmana dampak tayangan televisi tersebut berpengaruh terhadap terhadap perilaku masyarakat khususnya anak-anak. Untuk membuktikan kebenaran ini memang relatif sulit, karena perilaku anak (remaja) anak sangatlah komplek dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Hasil studi yang dilakukan di Amerika Serikat tahun 1972 dikeluarkan laporan berjudul Television and Growing Up; The Impact of Televised Violence (dalam Dedi Supriadi, 1997) menunjukan gambaran bahwa korelasi antara tayangan tindakan kekerasan di televisi dengan perilaku agresif pemirsa yang umumnya anak muda ditemukan taraf signifikansinya hanya 0,20 sampai 0,30. Tingkat signifikansi sangat rendah ini tidak cukup menjadi dasar untuk menarik kesimpulan yang meyakinkan mengenai adanya hubungan lang-sung antara keduanya. Ini berarti tayangan tindakan kekerasan bisa saja berpengaruh terhadap sebagian penonton dan dapat juga netral atau tidak mempunyai pengaruh sekalipun.

Faktor Keluarga

Sebagian besar anak hidup di lingkungan keluarga. Pendidikan di keluarga akan memberi landasan bagi kehidupan di masa mendatang. Oleh karena itu perilaku anak sangat dominan dipengaruhi oleh ling-kungan keluarganya (Oos M. Anwas, 1998). Beberapa pakar psikologi mengatakan bahwa apa yang dialami anak di masa kecil, akan membekas dalam diri anak dan mewarnai kehidupannya kelak. Barangkali munculnya berbagai masalah remaja, seperti perkelahian, tawuran narkotika, dan premanisme lainnya bisa saja disebabkan kurang harmonisnya lingkungan keluarga saat ini yang cenderung meng-khawatirkan.

Yang lebih menarik adalah hasil studi pakar psikiatri Universitas Harvard, Robert Coles (dalam Dedi Supriadi, 1997). Temuannya menun-jukan bahwa pengaruh negatif tayangan televisi, justru terdapat pada keharmonisan di keluarga. Dalam temuannya, anak-anak yang mutu kehidupannya rendah sangat rawan terhadap pengaruh buruk televisi. Sebaliknya keluarga yang memegang teguh nilai, etika, dan moral serta orang tua benar-benar menjadi panutan anaknya tidak rawan terhadap pengaruh tayangan negatif televisi. Lebih lanjut Cole menunjukan bahwa memperma-salahkan kualitas tayangan televisi tidak cukup tanpa mempertim-bangkan kualitas kehidupan keluarga. Ini berarti menciptakan keluarga yang harmonis jauh lebih penting ketimbang menuduh tayangan televisi sebagai biangkerok meningkatnya perilaku negatif di kalangan anak dan remaja.

Mungkin kita akan lebih yakin terhadap temuan Coles apabila mengkaji bagaimana proses pembentukan perilaku manusia. Pembentukan perilaku didasarkan pada stimulus yang diterima melalui pancaindra yang kemudian diberi arti dan makna berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan keyakinan yang dimilikinya. Anak, sebagai individu yang masih labil dan mencari jati diri, sangat rentang dengan perilaku peniruan yang akhirnya akan terinternalisasi dan membentuk pada kepribadiannya. Tayangan televisi yang dilihatnya setiap saat masuk ke dalam otaknya. Bagi anak yang berasal dari mutu kehidupan keluarganya baik, semua yang ia lihat di layar televisi dapat disaring melalui suasana keluarga yang harmonis, dimana orang tuanya bisa menjadi panutan. Komunikasi dan contoh orang tua dalam perilaku sehari-hari membuat benteng yang kokoh dalam membendung semua pengaruh buruk di layar televisi. Sebaliknya, anak yang berasal dari keluarga yang mutu kehidupan keluarganya rendah, semua tayangan di televisi sulit disaring, karena mereka belum bisa membedakan mana perilaku yang baik/buruk. Begitu pula dalam lingkungan keseharian di keluarganya tidak ditemukan sikap dan perilaku normatif yang dapat dijadikan filter tayangan televisi.

Idealnya, para orang tua selalu menjadi pendamping anak dalam menonton televisi. Acara-acara mana yang pantas ditonton mereka. Begitu pula mereka diberikan penjelasan mengenai adegan/peristiwa dalam film termasuk adegan fiktif. Namun masalahnya, apakah sanggup para orang tua mendapinggi putra putrinya nonton TV. Kini si keci dimungkinkan nonton TV setiap saat dengan berbagai acara termasuk film adegan kekerasan/sadisme. Semen-tara itu para orang tua sibuk dengan tugas pekerjaan sehari-harinya. Oleh karena itu benteng yang paling kuat adalah bagaimana menciptakan keluarga yang harmonis. Komun-ikasi orang tua dan anak dituntut lancar dan berkualitas. Nilai, norma, dan ajaran agama dijadikan landasan hidup dalam keluarga. Kondisi seperti ini akan menjadi benteng yang kokoh bagi anak dalam menyaring gencarnya tayangan televisi.

Catatan Akhir

Media televisi dapat menyajikan pesan/objek yang sebenarnya termasuk hasil dramatisir secara audio visual dan unsur gerak (live) dalam waktu bersamaan (broadcast). Pesan yang dihasilkan televisi dapat menyerupai benda/objek yang sebenarnya atau menimbulkan kesan lain. Oleh karena itu media ini memiliki potensi besar dalam merubah sikap dan perilaku masyarakat. Sementara itu persaingan di antara stasiun televisi semakin ketat. Mereka bersaing menyajikan acara-acara yang digemari penonton, bahkan tanpa memerhatikan dampak negatif dari tayangan tersebut. Penonton televisi sangatlah beragam. Di sana terdapat anak-anak dan remaja yang relatif masih mudah terpengaruh dan dipengaruhi.

Gencarnya tayangan televisi yang berbau kekerasan, konsumtif, sadisme, erotik, bahkan sensual menimbulkan kekhawatiran para orang tua. Kondisi seperti ini sangatlah wajar, karena kini anak-anak mereka bisa menyaksikan acara televisi setiap saat. Tindak kekerasan dan perilaku negatif lainnya yang kini cenderung meningkat pada anak/remaja langsung menuding televisi sebagai biang keroknya. Tidak sedikit para orang tua mencacimaki/ protes terhadap tayangan televisi yang dirasakan kurang pas. Sementara itu para orang tua terus sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Mungkin kita (para orang tua) perlu merenungi temuan Coles, bahwa jauh lebih penting mencip-takan keluarga yang harmonis dibandingkan menyalahkan tayang-an televisi, karena faktor keharmo-nisan keluarga bisa menangkal pengaruh negatif televisi. Di sini jelas perlu adanya keseimbangan antara keluarga (orang tua) dan pihak stasiun televisi. Keluarga dituntut untuk menciptakan keharmonisan keluarga. Menjaga komunikasi dan menanamkan nilai serta norma agama pada anak. Begitupun para pengelola stasiun televisi hendaknya mempunyai tanggungjawab moral terhadap acara-acara yang ditayangkannya. Mereka hendaknya tidak sekedar mencari untung (kue iklan) terhadap acara yang ditayangkannya. Stasiun televisi merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Mereka mempunyai tanggungjawab untuk menjaga dan sekaligus mening-katkan nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat, termasuk mendidik anak-anak.
Daftar Pustaka

Abu Ahmadi, (1991), Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka Cipta.
Abin Syamsudin Makmun, (1990), Pedoman Studi: Psikologi Kependidikan, IKIP Bandung.
Dedi Supriadi, (1997), Kontraversial tentang Dampak Kekerasan Siaran Televisi terhadap Perilaku pemirsanya; Bercinta dengan Televisi, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Gene L. Wilkonson, (1980), Media dalam Pembelajaran: Penelitian Selama 60 tahun, Jakarta: Rajawali.
Jalaludi Rakhmat, (1991), Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendikiawan Muslim, Bandung: Mizan.
——————————, (1985), Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Karya.
Oos M. Anwas, (1998), Kaum Ibu adalah Pendidik Utama, Artikel: HU: Suara Karya Jakarta, 4 Mei 1998.
Sri Andayani dan Hanif Suranto, (1997), Perilaku Antisosial di Layar Kaca; Bercinta dengan Televisi, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Wawan Kuswandi, (1996), Komuni-kasi Massa: Sebuah Analisi Media Televisi, Jakarta: Rineka Cipta.

Sumber: Teknodik

8/04/2013

Biadab, Kedok Amerika Dibalik Tragedi Tsunami Aceh Terbongkar (Penyebab Tsunami Ternyata Bom Nuklir AS)


Dulu Presiden Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), DR Eggi Sudjana SH Msi mensinyalir, bahwa bencana yang menimpa NAD dan sekitarnya bukanlah gempa dan gelombang tsunami yang sesungguhnya. Akan tetapi sebuah gelombang bom termonuklir yang sengaja diledakkan di bawah laut.
Pendapat Eggi tersebut dikemukakan kepada Wawasan, usai dialog menyoal seratus hari pemerintahan SBY, di kantor pengacara Taufik SH di Solo. “Melalui pendapat dan analisa yang dikemukakan pakar nuklir independen asal Australia Joe Vialls, saya sepakat, bahwa ada indikasi kuat Amerika dengan dua kapal perangnya satu diantaranya bernama USS Abraham Lincoln, berada di balik tragedi itu,” katanya.
Menurut Eggi, sebelum terjadi bencana itu, Amerika telah mengeluarkan travel warning kepada warganya agar tidak berkunjung ke Indonesia. Sementara masuknya kapal induk asing, cukup mengundang pertanyaan, kenapa diperbolehkan oleh pemerintah kita. Dengan kata lain, Jakarta tahu benar akan keberadaan kapal asing di perairan kita.
“Ada temuan kejanggalan lagi, CNN selama ini memberitakan bahwa pusat gempa terjadi di dekat pulau We. Sementara yang terjadi sesungguhnya di dekat pulau Nias dengan kekuatan gempa hanya 5,4 skala richter. Namun yang terjadi adalah sebuah gelombang susulan dengan kekuatan yang lebih dahsyat. Ironisnya, perusahaan AS Exxon yang ada di sana, luput dari bencana itu. Sehingga ada dugaan keras, ada senjata pemusnah massal yang diarahkan ke sana,” paparnya.
Usai kejadian itu, lanjut dia, tentara AS di kapal induk USS Abraham Lincoln yang jumlahnya 15.600 personil langsung diterjunkan. Sementara Kopassus dan Pasukan Reaksi Cepat (PRC), yang fungsinya sebagai penanggulangan bencana sama sekali tak diturunkan. Sementara India, Srilanka dan Thailand menolak kehadiran tentara asing itu. Televisi Al Jazeera pernah menyiarkan, bahwa bencana di Aceh bukanlah akibat gelombang tsunami. Akan tetapi sebuah bom helium yang bersifat halus namun mematikan.
“Kami menduga India memang sudah tahu akan adanya bencana itu. Karena negara itu justru punya pencatat gempa, yang bisa membedakan mana gempa sungguhan dan mana gempa buatan. Di India di Tamil Nadu, merupakan pusat nuklir. Sehingga sudah terdeteksi dulu.”
Menurut Eggi, Joe Vialls tahu benar senjata termonuklir yang diledakkan di bawah laut akan menimbulkan gelombang dahsyat. Sementara jika tsunami, ketinggian gelombang maksimal, tidak akan mencapai seperti yang terjadi di Aceh. “Sejarah juga mencatat, selamanya tsunami tidak berdampak membakar korbannya, karena air. Namun sempat ditemukan tiga orang anak nelayan Aceh yang terbakar dengan tubuh penuh oli.”
Disinggung rencana besar apa di balik itu, Eggi mengatakan, AS ingin menjadikan pangkalan militernya di Aceh. Hal itu dikuatkan dengan ditolaknya percepatan militer itu untuk segera mengakhiri bantuannya di sana. Aceh juga akan dijadikan jaringan pasar bebas perdagangan AS. “Dalam kontek ini, SBY lemah, intelijen kita juga lemah. Apalagi TNI,” jelasnya.
Nah gimana menurut teman2 apa tsunami aceh itu mutlak bencana alam atau memang ada Negara adikuasa yang merancang semuannya.
Seperti keadaan sekarang, beberapa negeri muslim di timur tengah bisa mendadak kacau secara bersamaan.
Berita ini bersumber dari sebuah situs, silahkan lihat disini


Air Sumur Kehidupan

Air Sumur Kehidupan

Kehidupan memang penuh dengan perjuangan untuk mencapai suatu cita cita, angan dan harapan. Sehingga kita kadang menjadi manusia yang buas dengan harta, kita menjaga bagai harimau menjaga santapan dikala kelaparan. Itu bukanlah munafik, tapi suatu realita sifat manusia yang lebih buas akan harta dan kemewahan.
Kita tidak tau mana batasan sukses, mana batasan berhasil, mana tingkat kaya, mana tingkat miskin, bahkan untuk menentukan level miskin saja dunia kebingungan. Semua dibatasi dengan benang semu. Kalau benang merah kita masih bisa melihat jelas, tapi disini kita tak dapat melihat lagi mana batasan benang tersebut, benangnya saja kita tidak dapat lihat, apalagi batasannya.
Namun kita tidak bisa memungkiri bahwa manusia butuh kebersamaan untuk berhasil, tidak ada satu orangpun di dunia ini dapat hidup tanpa bantuan orang lain, apalagi untuk mencapai tingkat sukses, atau bahagia, ataupun berhasil. Dengan kata lain manusia adalah makhluk sosial.
Sebagai makhluk sosial, manusia pasti berinteraksi satu sama lain, saling kerja sama, saling bantu, saling menolong, atau saling apapun itu namanya adalah untuk kepentingan bersama atau kepentingan orang lain ataupun untuk kepentingan diri sendiri, yang mana ketiganya saling keterkaitan atau saling ketergantungan.
Saling tolong menolong untuk kepentingan diri sendiri, sudah pasti semua orang mau, walau memang masih ada orang nyentrik tidak mau ditolong dengan alasan mandiri, hingga kewalahan sendiri. Dan tipe ini sangat sulit untuk maju, dan biasanya kurang senang dengan kesuksesan orang lain.
Saling tolong untuk kepentingan bersama, nah disini sudah mulai muncul watak watak asli manusia, yang mempunyai sejuta alasan untuk menghindar, tapi kita tetap percaya masih banyak orang yang sangat ikhlas hingga ke level ini. Dimana sangat sulit sekali untuk merealisasikan suatu kegiatan bersama dalam mencapai tingkat keberhasilan sukses. Kecuali kalau digabung dengan saling tolong untuk bersama terutama untuk sendiri.
Nah ini dia nih, Saling tolong untuk kepentingan orang lain, waduh gimana ya manusia sebagai makhluk sosial kadang menganggap ini menjadi hal sial, misalnya untuk bantu orang lain kebanyakan diantara kita akan keberatan dan kadang merasa menjadi terganggu. Yah katanya sih hal itu lumrah, sehingga kita tak siap untuk bantu orang lain. Sebagai contoh kita lihat saja di acara acara televisi sebagai reality show, dimana untuk memperoleh suatu bantuan pertolongan akan sangat sulit di dapat.
Untuk itu aku ingin menyampaikan suatu makna kehidupan, yang mungkin anda sepakat, atau mungkin ragu, atau mungkin no comment, atau bahkan tak sepakat, Nah agar tidak sulit untuk beragumentasi, pandangan ini tidak saya tujukan bagi yang tidak sepakat, saya hanya menyampaikan bagi yang tidak sepakat, atau ragu atau no comment, agar direnungkan saja.
Makna kehidupan bagaikan air sumur, yang saya sebut AIR SUMUR KEHIDUPAN, dimana setiap orang sudah mempunyai sumur masing masing, dimana besar sumur setiap orang adalah berbeda beda, dan bahkan besar mata airnya juga pasti tidak sama ada yang menetes dan bahkan ada yang mumbul mumbul, kita tahu bahwa sumur itu mempunyai level tertentu, dimana dia mempunyai batas tertinggi dan juga batas terendah. Hal ini akan silih berganti antara musim hujan dan musim kemarau.
AIR SUMUR apabila dipakai oleh satu orang, air nya tidak akan meluber sampai ke atas, dan apabila tidak dipakai juga dia akan tetap segitu. Dan apabila dipakai oleh satu kampung, mungkin dia akan menurun tetapi pada pagi hari dia telah kembali seperti semula, seperti tidak pernah dipakai, demikian juga dengan AIR SUMUR KEHIDUPAN, apabila kita memakai sendiri kekayaan kita akan tetap segitu, tidak akan mungkin sampai meluber, kecuali yang mempunyai sumber air umbul, yang sudah pasti mengalir seperti sungai, dimana darma sosialnya mengalir kemana mana tanpa terbendung, ini tidak masalah.
Nah kembali pada yang mempunyai sumber sumur, perlu kita ingat bahwa apabila kita bersosial dengan royal, yakinlah bahwa kekayaan Anda tidak akan terkuras, dia akan kembali kelevel mana kita telah dipersiapkanNya, tapi ingat sumur Anda jangan Anda jebol untuk bantu orang lain sehingga sumur Anda jadi rusak dan tak berfungsi lagi. Contohnya, Anda membantu orang yang tidak mau bekerja, sehingga apapun bentuk pertolongan Anda akan sia sia adanya. Tapi bantulah yang pantas dibantu.
Jadi sebagai seorang dermawan tidak akan jatuh miskin karena ke dermawanannya, karena begitu banyak yang mendoakan kesuksesannya. Atau tidak ada orang yang kaya raya karena kekikirannya, tapi karena kegigihannya. Mungkin ini tidak dapat dimaklumi bila Anda tidak merenungkan, sekali lagi menjadi bersifat sosial bukan berarti memberikan sumur Anda pada orang lain ataupun menjebol sumur Anda. Tapi berikanlah porsi sesuai dengan mata air dalam sumur kehidupan Anda
Note :

Mari sikapi kehidupan ini,  syukuri apa yang diperoleh sehingga kita dapat memahami dan menjalankannya

Air Mata Ibu

Air Mata Ibu



Ibu menangis. Air mata mengucur di pipinya yang cekung. Ketika itu aku
baru selesai berdzikir setelah mengimaminya. Tasbih ditangannya terus
berputar, bersama dzikir yang terus terlantun dari bibirnya. Ibu khusyuk
dalam isak dan deraian air mata.  "Kenapa Ibu menangis?" pertanyaan itu terpaksa kusimpan. Aku tidak akan mengganggu Ibu yang masih khusyuk dengan dzikir. Aku memikirkan berbagai kemungkinan penyebab menangisnya Ibu. Mungkinkah kematian Bapak? Tapi,  bukankah kematian Bapak sudah lama sekali? Sudah lima tahun. Atau karena tanah kuburan Bapak yang tidak mendapat izin untuk dibeton dan hanya boleh didirikan batu nisan. Hal itu tidak akan membuat Ibu menangis. Aku sangat  mengenal Ibu. Ibu paling tidak menyukai hal-hal yang berbau kemewahan. Ibu  selalu ingin menginginkan kesederhanaan.
Kenapa Ibu menangis? Sayang aku sangat jarang pulang dan tidak bertemu Ibu
setiap hari. Hingga aku kurang mengetahui keadaan Ibu belakangan ini.
Mungkin ada suatu persoalan yang membebaninya....


Bertengkar dengan seseorang? Ah rasanya tidak. Setahuku Ibu tidak punya
musuh. Ia selalu mengalah setiap kali berbenturan dengan orang lain. Ibu
lebih banyak diam daripada mengomel. Tidak mungkin rasanya Ibu bertengkar
dengan orang lain, karena memang itu bukan kebiasaan Ibu.  Tapi kenapa Ibu menangis? Ibu belum juga selesai berdzikir. Aku sudah selesai sejak lima menit lalu. Aku sudah berdoa, mohonkan ampun atas dosa Ibu dan Bapak yang telah mengasuhku sejak kecil. Ibu belum juga usai.  Aku berdiri dan meninggalkan Ibu sendirian di ruang shalat dengan tetap
menyimpan pertanyaan, kenapa Ibu menangis? Kutunggu Ibu di
ruang makan.  Bukankah Ibu selalu khusyuk dalam shalat? Kembali aku dibayang
berbagai kemungkinan. Bukankah Ibu tidak pernah lupa mendirikan shalat,
mengaji dan  berdzikir? Bukankah Ibu paling senang mendengarkan ceramah di
masjid?  Bukankah Ibu juga tidak melewatkan acara wirid? Bukankah Ibu
sudah cukup punya bekal untuk menghadapi segala cobaan...

Tapi kenapa Ibu sampai menangis?  Karena aku mengimami Ibukah? Mustahil! Bukan sekali ini saja aku mengimami Ibu. Sudah berulang kali.  Hampir setiap kali pulang ke rumah aku mengimami Ibu, terutama saat  shalat maghrib dan isya. Ibu sudah berumur tujuhpuluh tahun lebih. Tujuh orang anak
merupakan  berkah yang selalu disyukurinya dan kami semua kini sudah
besar. Aku yang  bungsu sudah duduk di perguruan tinggi. Aneh rasanya kalau Ibu masih  bersedih hati diusianya yang senja ini. Seharusnya Ibu banyak
tertawa dan  bercanda bersama cucu-cucunya. Bukankah cucu-cucunya selalu
bersamanya  setiap hari?  "Sudah makan Yung?" tanya Ibu mengagetkanku. Ibu muncul dengan senyum  mengembang. Tak kulihat bekas tangisan di wajahnya. Mungkin sudah dihapus.
"Belum Bu, Ayung menunggu Ibu."
"Ibu sudah makan."
"Kapan? Bukankah hidangan ini belum disentuh siapapun? Ayolah
Bu, Ayung  sudah rindu ingin makan bersama Ibu."
"Makanlah!" kata Ibu sambil menarik kursi. Aku pun mulai
menyanduk nasi  dan mengambil beberapa sendok sambal. Tapi Ibu tetap saja
tidak makan  nasi. Ia hanya mengambil panganan dan memakannya."Bagaimana
kuliahmu?"
"Alhamdulillah Bu, berkat doa Ibu."
"Belanja harianmu bagaimana?" pertanyaan yang tidak pernah
 kuinginkan ini selalu meluncur dari bibir Ibu. Pertanyaan itu kurasakan bagai keluhan  dalam hidup. Kuakui selama kuliah aku harus berusaha dan
bekerja keras  untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Uang kost, transport
dan kebutuhan  kuliah. Memang, yang namanya usaha kadang-kadang dapat, kadang
tidak.  Ketika dapat alhamdulillah. Aku bisa makan dan membeli kebutuhan
lain.  Jika tidak, maka mau tidak mau aku harus puasa. Hal ini
yang sering  aku alami. Tapi persoalan ini tidak pernah kuceritakan kepada
siapapun,  termasuk Ibu dan saudara-saudaraku. Aku takut terlalu banyak
mengeluh.

"Alhamdulillah, Tuhan masih memberikan rejeki Bu," selalu kujawab begitu.  Biasanya Ibu tidak akan bertanya lagi setelah itu.  "Bu!" sapaku ketika Ibu terdiam.  "Mmm," jawab Ibu.  "Kenapa seusai shalat tadi Ibu menangis?" Ibu terdiam mendengar  pertanyaanku.  "Ayung cemas melihat Ibu menangis. Ibu masih diam. Aku menyelesaikan suapanku, setelah itu membasuh tangan  dan melapnya dengan serbet.  Ibu masih diam, tapi di matanya kulihat airmata mulai berlinang.  Setelah itu berceritalah Ibu. Seminggu yang lalu di surau Balenggek tempat Ibu selalu sembahyang berjama'ah, ada ceramah agama mingguan. Ketika itu penceramahnya datang dari luar daerah. Ibu mengikuti ceramah tentang anak yang berbakti kepada  orang tua dan anak yang shalih..

"Anak-anak yang shalihlah yang menyelamatkan orang tuanya dari api
neraka,  karena doa anak yang shalih sangat didengar oleh Allah swt," kata
ustad. "  Tapi sebaliknya orang tua tidak selamat dari api neraka jika
anak yang  dididiknya tidak mampu menjalankan ibadah dan tidak pandai
membaca  Alquran.

"Walaupun orang tuanya sendiri taat beribadah?" tanya Ibu waktu
itu.  "Ya, apa artinya kita taat tapi tidak membuat anak taat kepada
Tuhannya.  Apalagi sampai tidak bisa sembahyang dan mengaji, anak yang
jauh dari  perintah Allah dan mendekati laranganNya. Maka orang tuanya di
akhirat  akan ditanya tentang anak-anaknya. Maka sia-sialah ketaatan
orang tua jika  di akhirat nanti anak mengakui dirinya tidak dididik oleh
orang tuanya  untuk taat beribadah. Tidak pernah menegur, memukul bahkan
menamparnya,  jika lalai menjalankan perintah agama."  Ketika itu Ibu menyadari apa yang sudah dilakukannya selama
ini. Ibu ingat  Jai, Jou, Han dan Fai. Saat itulah Ibu merasa hidup dan
ketaatannya selama  ini tak berarti sama sekali. Sejak itu Ibu banyak diam dan melamun.  Anak-anaknya sampai sekarang tidak pernah membaca Alquran di
rumah dan  jarang sembahyang, bahkan tidak pernah sama sekali. Ibu merasa
bersalah  setelah mendengar ceramah itu. Ibu menyadari bahwa ia tidak
mendidik  anak-anaknya sesuai ajaran agama. Ibu selalu tidak tega
memarahi anaknya,  dan melihat anaknya menangis, apalagi kalau ada yang murung dan kesal.


Mungkin itulah sebabnya anak-anak Ibu banyak yang tidak dapat
membaca  Alquran Ibu tidak pernah tega memaksa mereka untuk belajar
Ibupun tidak  marah. Bukankah ini berarti Ibu tidak sanggup mendidik anak.
Bukankah Ibu  gagal menjadi orang tua?  "Tapi Bu, bukankah Ayung selalu taat sembahyang dan membaca Alquran? Dan  Ayung selalu berdoa untuk Ibu dan Bapak? Lantas apa artinya usaha Ayung selama ini Bu?" kataku kepada Ibu.
"Terima kasih Yung, Ibu sangat bangga padamu. Ibu senang kamu
mampu  menjadi imam untuk Ibu. Ibu pun selalu berdoa untukmu. Yang Ibu
pikirkan  adalah kakak-kakakmu yang tidak mampu membaca Alquran dan
tidak  menjalankan shalat."

Kuakui selama ini memang hanya aku dan ibu yang shalat berjama'ah, walaupun sebenarnya kakak-kakakmu sedang berada di ruamh. Mereka lebih
suka duduk di lapau dan sepertinya tidak menghiraukan panggilan
azan yang  berkumandang dari masjid. Dan Ibu tidak pernah menegur hal
itu. Aku pun  tidak pernah mempersoalkan mereka. Sementara aku merasa takut,
selain  karena lebih kecil juga karena aku takut mencampuri urusan mereka.


"Itulah Yung. Ibu merasa sedih. Kamulah satu-satunya anak Ibu yang
taat,  yang mengimami Ibu, walaupun kamu yang terkecil. Entahlah.. Ibu
sudah  semakin tua, ajal sudah di ambang pintu. Ternyata Ibu masih
meninggalkan  banyak pekerjaan yang tidak selesai, ternyata Ibu tidak mampu
mendidik  kalian dan kalian ternyata tidak bisa mendidik diri sendiri,"
kata Ibu  terisak.

Air mataku mengalir tanpa terasa.  "Ada apa? Kok Ibu menangis? Ini pasti ulah kamu Yung! Kamu tidak  henti-hentinya membuat Ibu sedih, dan menangis. Tahukah kamu bahwa membuat orang tua bersedih hatinya itu dosa?" Tiba-tiba Han kakakku yang nomor  tiga datang dan memarahiku.  "Sebagai anak laki-laki kamu jangan terus-terusan bersama Ibu, itu cengeng  namanya. Lihat tuh di lepau orang-orang ramai. Duduklah di sana biar orang  tahu bahwa kita bermasyarakat. Bukan dalam rumah,"  katanya lagi sambil menekan kepalaku.
"Jangan kasar begitu pada adikmu Han. Ia kan baru sele...,"
"Kalau tidak seperti itu, ia akan lembek seperti perempuan Bu,
yang  duduknya cuma di dapur."  "Tapi ia kan masih kuliah."  "Aah. Ibu selalu membelanya, mentang-mentang ia kuliah. Walaupun
Han tidak  pernah kuliah, Han ini anak Ibu. Sekurang ajar apapun aku yang
melahirkan  Han adalah Ibu. Tapi kenapa dia, Ibu perlakukan berbeda dengan
Han?" Han  menunjuk-nunjuk diriku.  Mendapat serangan kata-kata seperti itu, Ibu menangis lagi. Aku hanya  terdiam terpana ketika Han kemudian berlalu dan tidak menghiraukan tangis  Ibu.  Air mata Ibu mengalir lagi. Ingin aku menghapusnya, tapi bagamana dengan kesedihannya? Allahummaghfirli waliwalidayya warhamhuma, kamarabbayana  saghiraa. Amin. Hanya itu yang mampu kulakukan.*






7/30/2013

Sudahkah Anda Punya Asuransi.

Sayang Keluarga, Milikilah Asuransi

Seberapa Pentingkah Asuransi Jiwa? Apakah semua orang membutuhkan Asuransi Jiwa ? jawabannya adalah :
 YA……merupakan suatu keharusan dan harus secepatnya. Jangan ditunda. Jika kita ingin mensyukuri apa yang diberikan oleh – Nya, manusia harus tetap berusaha. Karena kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, lakukan antisipasi dengan memiliki asuransi jiwa.
Dalam memilih berasuransi kita haruslah jeli dan disesuaikan dengan kebutuhan kita. AdaAsuransi Kesehatan, Asuransi Kecelakaan,
 Asuransi Pendidikan. Sedemikian banyaknya pilihan yang ada, namun pilihan terbaik adalah yang sudah dikemas menjadi satu, salah satu nya ansuransi Prudential.

Banyak terjadi sebuah keluarga harus menerima kenyataan hidup pahit. Sang Ayah sebagai kepala keluarga sekaligus pencari nafkah jatuh sakit dan sampai meninggal dunia sehingga meninggalkan sang istri yang tidak bekerja dan 2 anaknya yang masih kecil. Anaknya baru menginjak umur 3 tahun dan 5 tahun. Kehidupan tetaplah harus dijalani, namun sang istri akan sangatlah kesulitan biaya untuk membesarkan ke dua anak-anaknya.
Jaga keluarga anda dari resiko di atas dengan memiliki Asuransi Jiwa. Jikalau keluarga tersebut - setidaknya sang ayah - sudah memiliki Asuransi Jiwa, tentulah secara materi lebih meringankan beban keluarga yang ditinggalkan. Karena berada di rumah sakit tentulah menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Bisa saja sampai menghabiskan aset yang dimiliki.
Dengan demikian bila Anda sudah ber-Asuransi Jiwa dapat dikatakan Anda sudah memiliki Proteksi Income dan sudah merencanakan keuangan untuk masa depan keluarga sesuai perjanjian dengan penerbit polis asuransi jiwa. Anda pasti akan mendapatkan penggantian klaim yang sesuai asal data kesehatan diberikan sesuai kondisi sebenarnya. Tidak ada rekayasa data kesehatan.
Perencanaan keuangan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan sekali dan dilupakan. Maka ada banyak orang yang membeli Asuransi Jiwa sampai 5 polis bahkan lebih, demi keluarga yang disayangi. Untuk istrinya dan anak-anaknya. ( Tiap anggota keluarga bisa memiliki 1 s/d 2 polis ) Perencanaan keuangan merupakan sebuah proses bagi yang lajang atau belum bekeluarga. Jangan pernah karena merasa kesehatannya masih bagus lalu menunda memiliki Asuransi Jiwa. Semakin muda umur Anda semakin bagus untuk segera memproteksi diri, memiliiki Proteksi Income dan Investasi untuk perencanaan keuangan di masa depan.
Sang ayah boleh bekerja keras kapan pun dan di mana pun. Kerja terus menerus sampai terkadang lupa memperhatikan kesehatan. Demi keluarga istri dan anak – anaknya apapun akan dilakukan. Tetapi jangan lupa sampai terjadi sesuatu pada kesehatan sang ayah, akan lebih susah lagi dampaknya. Dapat di katakan percuma hasil kerja sekian tahun, jika hasil income yang didapat tidak disisihkan untuk mempunyai proteksi diri.
Lihat lah senyuman anak – anak yang membutuhkan orang tuanya. Mereka perlu kehidupan, perlu sekolah, perlu biaya jika sampai sakit.
Kehidupan keluarga akan selalu berubah dan perencanaan keuangan keluarga harus mengikuti perubahan yang terjadi dalam keuangan keluarga. Kekuatan perencanaan didukung dengan investasi yang bijak. Investasi dalam arti yang paling dasar adalah, menempatkan dana Anda untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Berasuransi & bernvestasi merupakan sarana terpenting dalam meningkatkan kemampuan Anda untuk menyayangi, mencintai keluarga dan menjaga kekayaan.
Dengan Anda memiliki sebuah rekening asuransi, maka Anda telah BERASURANSI sekaligus BERINVESTASI untuk masa depan Anda dan Keluarga.
Selamat Merencanakan Keuangan Anda
asuransi Prudential
 bukan asuransi Jadul(jaman dulu), masuknya mudah tapi klaimnya susah. Tetapi di Prudential masuknya susah karena harus di tes kesehatannya,tapi klaimnya paling gampang.


10 KESALAH PAHAMAN TENTANG SUKSES



10 KESALAH PAHAMAN TENTANG SUKSES

Kesalahpahaman 1
Beberapa orang tidak bisa sukses karena latar belakang, pendidikan, dan lain-lain. Padahal, setiap orang dapat meraih keberhasilan. Ini hanya bagaimana mereka menginginkannya, kemudian melakukan sesuatu untuk mencapainya.

Kesalahpahaman 2--
Orang-orang yang sukses tidak melakukan kesalahan. Padahal, orang-orang sukses itu justru melakukan kesalahan sebagaimana kita semua pernah lakukan Namun, mereka tidak melakukan kesalahan itu untuk kedua kalinya.

Kesalahpahaman 3--
Agar sukses, kita harus bekerja lebih dari 60 jam (70, 80, 90...) seminggu. Padahal, persoalannya bukan terletak pada lamanya anda bekerja. Tetapi bagaimana anda dapat melakukan sesuatu yang benar.

Kesalahpahaman 4--
Anda hanya bisa sukses bila bermain sesuatu dengan aturan. Padahal, siapakah yang membuat aturan itu? Setiap situasi membutuhkan cara yang berbeda. Kadang-kadang kita memang harus mengikuti aturan, tetapi di saat lain andalah yang membuat aturan itu.

Kesalahpahaman 5--
Jika anda selalu meminta bantuan, anda tidak sukses. Padahal, sukses jarang sekali terjadi di saat-saat vakum. Justru, dengan mengakui dan menghargai bantuan orang lain dapat membantu keberhasilan anda. Dan, sesungguhnya ada banyak sekali orang semacam itu.

Kesalahpahaman 6--
Diperlukan banyak keberuntungan untuk sukses. Padahal, hanya dibutuhkan sedikit keberuntungan. Namun, diperlukan banyak kerja keras, kecerdasan, pengetahuan, dan penerapan.

Kesalahpahaman 7--
Sukses adalah bila anda mendapatkan banyak uang.Padahal, uang hanya satu saja dari begitu banyak keuntungan yang diberikan oleh kesuksesan. Uang pun bukan jaminan kesuksesan anda.

Kesalahpahaman 8--
Sukses adalah bila semua orang mengakuinya. Padahal, anda mungkin dapat meraih lebih banyak orang dan pengakuan dari orang lain atas apa yang anda lakukan. Tetapi, meskipun hanya anda sendiri yang mengetahuinya, anda tetaplah sukses.

Kesalahpahaman 9--
Sukses adalah tujuan. Padahal, sukses lebih dari sekedar anda bisa meraih tujuan dan goal anda. Katakan bahwa anda menginginkan keberhasilan, maka ajukan pertanyaan "atas hal apa?"

Kesalahpahaman 10--

Saya sukses bila kesulitan saya berakhir. Padahal, anda mungkin sukses, tapi anda bukan Tuhan. Anda tetap harus melalui jalan yang naik turun sebagaimana anda alami di masa-masa lalu. Nikmati saja apa yang telah anda raih dan hidup setiap hari sebagaimana adanya.

Agar tidak bersifat sombong dan angkuh

Agar tidak bersifat sombong dan angkuh


Beberapa panduan Imam Al- Ghazali supaya kita tidak bersifat sombong dan angkuh

1.    Jika berjumpa dengan kanak-kanak, anggaplah kanak-kanak itu lebih mulia daripada kita, karena kanak-kanak ini belum banyak melakukan dosa daripada kita.

2.    Apabila bertemu dengan orang tua, anggaplah dia lebih mulia daripada kita karena dia sudah lama beribadat.

3.    Jika berjumpa dengan orang alim, anggaplah dia lebih mulia daripada kita karena banyak ilmu yang telah mereka pelajari dan ketahui.

4.    Apabila melihat orang jahil, anggaplah mereka lebih mulia daripada kita karena mereka membuat dosa dalam kejahilan, sedangkan kita membuat dosa dalam keadaan mengetahui.

5.    Jika melihat orang jahat, jangan anggap kita lebih mulia karena mungkin satu hari nanti dia akan insaf dan bertaubat atas kesalahannya.


6.    Apabila bertemu dengan orang kafir, katakan didalam hati bahwa mungkin pada suatu hari nanti mereka akan diberi hidayah oleh Allah dan akan memeluk Islam, maka segala dosa mereka akan diampuni oleh Allah.

7/29/2013


Assalaamu'alaikum.

 Episode ( Cinta ) kali ini, mengingatkan kita untuk hati - hati terhadap
apa
 dan siapa yang kita cintai.

 **waktu mau makan ingat kamu, waktu bercermin ingat kamu, waktu mau
belajar
 ingat kamu, waktu mau tidur ingat kamu,......**
 ( kalo nggak salah dina mariana yang nyanyi, betul nggak Mas Gugah )

 Demikianlah kira-kira bunyi sebuah syair lagu (kalau nggak salah) yang
 pernah ngetrend. Lagu itu memang bertema cinta. Cinta suci katanya.
 Eit... tapi tunggu dulu apa benar cinta suci, apa benar cinta sejati. Atau
 sekedar cinta syahwati.

 Cinta adalah karunia Allah. Bahkan Allah menciptakan alam semesta ini
karena
 cintaNya. Karenanya alam dan dunia ini adalah lautan cinta.

 Cinta itu suka atau senang. Cinta itu keinginan untuk memberi, demikian
kata
 orang. Tapi bila mendengar kata cinta, yang muncul di otak adalah pacar.
 Inilah kesalahan kebanyakan orang dalam mengartikan cinta. Cinta yang
mereka
 kenal adalah cinta syahwati. Apa memang sedemikian rendah nilai cinta.

 Cinta memang mempunyai kekuatan yang luar biasa. Dan kekuatan cinta mampu
 membikin pribadi yang nekat atau pribadi yang taat. Nekat dalam arti
berani
 melanggar aturan-aturan dari Allah. Sehingga sampai-sampai bilang,"Khan
 cuma-pegang-pegangan tangan." Na'udzubillah min dzalik.

 Kalau bicara masalah cinta memang tak kan habis-habis. Namun berapapun
 banyaknya nuansa cinta, sebenarnya hanya ada dua versi cinta, yaitu cinta
 imani (cinta robbani), adalah cinta yang berlandaskan kepada keimanan, dan
 cinta syahwati, cinta yang berlandaskan pada hawa nafsu yang ditunggangi
 oleh syaithon laknatullah.

 Cinta imani inilah sesungguhnya yang merupakan cinta sejati. Tapi
pengertian
 ini telah diputar balik, sehingga cinta syahwati dianggap sebagai cinta
suci
 yang harus diperjuangkan sampai tetes darah penghabisan, dengan bunuh diri
 misalnya.

 Mahabbah (kecintaan) seorang mu*min adalah harus berlandaskan keimanan.
Dan
 kecintaan tertinggi adalah kecintaan kepada Allah (mahabbatullah).
 Kecintaan kepada Allah adalah mutlak dan di atas segala-galanya. Sedangkan
 bagi orang kafir sudah jelas cintanya adalah cinta syahwati.

 Tanda-tanda Cinta.

 Cinta secara umum mempunyai tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama.
Pertama
 adalah banyak mengingat (pada yang dicintai). Sebagaimana syair lagu di
 atas, hatinya selalu teringat dan terkenang kepada yang dicintai. Di
 mana-mana pun pokoknya ingat deh. Apabila suatu saat secara tiba-tiba
 disebutkan nama yang kita cintai, maka hati kita tersentak.
 Hati kita deg-deg sir,"Ada apa ini." Demikian pula bila kita mendapatkan
 surat dari yang kita cintai. Maka bagi seorang mukmin karena kecintaan
 kepada Allah adalah yang tertinggi, bila disebut namaNya, gemetarlah
hatinya
 dan jika dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah imannya. (QS Al Anfal ayat
2).

 Tanda yang kedua adalah takjub dan kagum (kepada yang dicintai).
 Kalau sudah cinta katanya hidung pesek jadi mancung. Atau bahkan tahi
 kambing dirasa coklat, ucap seorang penyanyi.. Karena begitu kagumnya
kepada
 yang dicintai. Bagi cinta yang dilandasi syahwat, kekaguman nya bersifat
 sementara dan tidak membekas dalam hati, karena manusia mempunyai rasa
 selalu tidak puas. Maka tepatlah petunjuk Rasulullah SAW, bila mencari
 istri, pilihlah karena agamanya sebagai prioritas utama, bukan cantiknya,
 bukan kayanya, bukan kebangsawanannya.

 Kekaguman karena iman akan memberikan hal yang berbeda, ia akan membekas
 dalam hati. Apalagi kekaguman akan kebesaran dan kekuasaan Allah.

 "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
 dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan
 bumi (seraya berkata): Ya Rabb kami,tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
 sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS
Ali
 Imran ayat 191).

 Yang ketiga dan keempat adalah ridlo (rela) dan pengorbanan.
 Seorang mu'min karena cintanya yang sangat kepada Allah, ia akan rela
 mengorbankan segalanya demi mencapai keridloan Sang Pemberi cinta, Allah
 SWT. Kalau cinta syahwati, keridloannya pun bersifat untuk memenuhi hawa
 nafsunya saja. Karena jabatan mau saja menyembah-nyembah atasan. Karena
 ridlo dengan si dia sampai-sampai mengorbankan kehormatannya. Atau SPP
 amblas, sehingga orang tua yang kalang kabut.

 Kecintaan kepada sesuatu dengan tanda-tandanya di atas akan melahirkan
rasa
 takut dan harap serta suatu ketaatan. Ini merupakan hal yang wajar dan
 logis. Karena mencintainya, kita takut kehilangan, atau kawatir cinta kita
 diterima apa nggak. Dan kita mengharapkan selalu dekat dengan yang kita
 cintai. Otomatis supaya kekawatiran kita tidak terjadi dan harapan kita
 terpenuhi, kita taat kepada yang kita cintai.

 Jika dibilang,"Kalau cinta, traktir dong..." kemudian ia mentraktir dengan
 uang SPP nya, maka ini adalah salah satu bentuk ketaatan. Tentu saja
bentuk
 pengorbanannya adalah uang SPP. Demikian pula bila diajak nonton film di
 bioskop, padahal yang ngajak itu orang lain, kemudian mau, juga merupakan
 ketaatan. Ketaatan yang salah. Ketaatan yang sesat.

 Kecintaan yang haq (yang berlandaskan iman) akan melahirkan ketakutan,
 pengharapan dan ketaatan hanya kepadaNya. Meskipun memiliki tanda-tanda
yang
 sama, tetap saja antara cinta imani dan cinta syahwati adalah bertolak
 belakang. Karena yang satu haq dan yang lain bathil.


 Prioritas dan Peringkat-peringkat cinta.

 Dalam cinta pun ada skala prioritas seperti halnya membelanjakan uang. Ada
 seseorang yang tidak punya baju sama sekali, kemudian ia tidak membeli
baju
 tapi malahan membeli sepeda. Suatu hari ia bersepeda tanpa pakaian. Tentu
 saja orang-orang berkata,"Orang itu sudah sinthing. Mbok ya beli baju
dulu."


 Demikianlah kita harus punya prioritas cinta, supaya tidak dibilang
 sinthing. Untuk itu kita harus mengenal apa yang disebut maratibul
mahabbah
 (peringkat-peringkat cinta). Dengan memahami peringkat-peringkat cinta ini
 mudah-mudahan kita tidak terjerumus dalam syirik cinta.

 Peringkat pertama adalah tatayyum.
 Yaitu cinta yang melahirkan sikap untuk menghamba secara mutlak dan
 melakukan pengorbanan sampai tetes darah penghabisan. Ini adalah kecintaan
 tertinggi dan hanya kita berikan kepada Allah Rabbul 'alamin. Seorang
mukmin
 amat sangat cintanya kepada Allah. (QS Al Baqarah ayat 165).

 Peringkat kedua adalah 'isyq.
 Yaitu cinta yang melahirkan ketundukkan terhadap segala perintah dan
 larangannya, membangkitkan sikap hormat yang tinggi, mengikuti dan
 membelanya. Kecintaan seperti ini adalah hak Rasulullah. Namun 'isyq tidak
 mendorong seseorang menjadi hamba Muhammad. Inilah yang membedakan dengan
 tatayyum.

 Peringkat ketiga adalah syauq (kerinduan).
 Yaitu cinta yang membuahkan mawaddah wa rahmah (kasih sayang), menjadi
 perekat yang kuat dalam membangun ummat. Ini adalah cinta antara mu*min
 dengan mu*min lainnya,
 antara orang tua dengan anak, antara suami dengan istri, dengan saudara
yang
 mukmin.

 Peringkat keempat adalah shababah. Ditujukan kepada sesama muslim yang
akan
 melahirkan ukhuwah (persaudaraan).

 Peringkat kelima adalah 'ithf (simpati). Ditujukan kepada sesama manusia.
 Rasa simpati mendorong seorang mu'min untuk menolong manusia ke jalan yang
 benar (dakwah). Bila hilang rasa simpati, seseorang menjadi cuek, tak
peduli
 dengan kerusakan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

 Peringkat keenam dan yang paling sederhana adalah 'alaqah. yaitu kecintaan
 kepada selain yang di atas, harta benda misalnya. Islam membenarkan cinta
 ini dalam bentuk intifa' (memanfaatkan, mendayagunakan). Cinta pada harta
 benda yang berlebihan membahayakan manusia sendiri. Para salafusshalih
 berdoa kepada Allah agar jangan sampai dunia menempati hati mereka, cukup
di
 tangan saja. Artinya jangan sampai dunia yang menguasai mereka tapi mereka
 yang menguasai dunia.

 Jadi kecintaan tertinggi seorang mukmin adalah untuk Allah, kemudian
 Rasulullah dan jihad di jalan Allah. Baru setelah itu kepada orang tua,
 saudara yang mukmin, suami atau istri, anak dan seterusnya.

 "Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri,
 kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
 kawatiri kerugiannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
 lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di
 jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah
 tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik."(QS At Taubah ayat 24).

 Memang manusia secara naluriah mempunyai rasa cinta kepada lawan jenis,
 anak-anak, harta benda, seperti Firman Allah dalam QS Ali Imran ayat 14.
 "Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang
 diingini yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas,
 perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang."

 Namun hal itu bukanlah legitimasi untuk menjadikan cinta syahwati sebagai
 yang dipuja sedemikian rupa. Karena Allah telah menentukan
batasan-batasan.
 Kecintaan tertinggi adalah untuk Allah, maka kecintaan kita kepada sesuatu
 adalah karena kecintaan kita kepada Allah. Maksudnya sesuai dengan
 atura-aturan dari Allah. Kita boleh mencintai lawan jenis, tapi caranya
 adalah yang sesuai dengan aturan Allah, yaitu setelah menikah, bukan
 pacaran. Model pacaran itu bukan dari Allah, tapi dari
 syaithon laknatullah.

 Jika kita lihat dalam realitas, banyak orang masih menempatkan kecintaan
 tidak pada tempatnya. Ada yang menempatkan cinta tertinggi untuk sesuatu
 selain Allah. Entah harta atau yang lain-lain. Mereka lebih mencintai
dunia
 daripada akherat. Inilah sikap orang yang buta cinta. karena buta cinta
 dunia menjadi tuan, kekasih menjadi pujaan. Menjadi ilah-ilah yang lain.

 Kelaziman Cinta.

 Ibnu Taimiyah berkata,"Mencintai apa yang dicintai kekasih adalah
 kesempurnaan dari cinta pada kekasih."

 Apa yang dikatakan Ibnu Taimiyah inilah yang disebut kelaziman cinta,
 lumrahnya sesorang kepada yang dicintainya. Lumrahnya seseorang kepada
yang
 dicintai adalah mencintai siapa-siapa dan apa apa yang dicintai kekasih.
Dan
 membenci siapa-siapa dan apa-apa yang dibenci kekasih.

 Jika Allah mencintai nabi dan RasulNya, kita pun harus mencintai mereka.
 Allah mencintai orang- orang yang beriman, amal sholeh, akhlaqul karimah,
 maka demikian pula seharusnya dengan kita.

 Allah mencintai kebersihan. Bagaimana kita bisa disebut cinta kepada Allah
 kalau kita tidak menyukai dan menjaga kebersihan. Allah membenci
orang-orang
 kafir, munafiq maka kita pun demikian. Allah membenci perbuatan tercela,
 seperti zina, memperturutkan hawa nafsu, berjudi, mabuk, korupsi maka kita
 wajib menjauh perbuatan-perbuatan semacam ini.

 Aljabar Cinta.

 Aljabar atau perhitungan cinta tidak sama dengan aljabar dalam pelajaran
 matematika kita. Kalau dalam matematika yang kita pelajari 100 dibagi 2
sama
 dengan 50.

 Dalam aljabar cinta tidak begitu. Bila kita mencintai Allah, Rasul dan
jihad
 bukan berarti untuk Allah 70%, untuk Rasulullah 20% dan seterusnya. Sama
 sekali bukan.

 Kecintaan seorang mukmin kepada Allah adalah mutlak. Kecintaan kepada yang
 lain tidak mengurangi kecintaan kita kepada Allah. Karena pada dasarnya
 kecintaan kepada yang lain bagi seorang mu*min adalah karena kecintaannya
 kepada Allah.

 Mulai sekarang kita harus tahu mana cinta imani dan mana cinta syahwati.
 Maka jangan sampai salah menempatkan cinta. Sehingga syair lagu di atas
 seharusnya "waktu mau makan ingat Allah, waktu bercermin ingat Allah,
waktu
 mau belajar ingat Allah, waktu mau tidur ingat Allah..," dengan doa-doa
yang
 diajarkan Rasulullah SAW.

 Wallahu a'lam.


 Maroji': Majalah Ummi; Al Islam, Said Hawwa; Jundullah, Said Hawwa;
 Kuliah Tauhid, Muh. Immadudin.